Masyarakat Perlu Disajikan Data Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan Perundang-undangan di JDIH

Picture1.jpg

Jakarta - Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil Kemenkumham NTT, Arfan Faiz Muhlizi turut berpartisipasi pada diskusi panel dalam Pertemuan Nasional Pengelola Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) di Jakarta, Kamis (2/12/2021). Diskusi ini melibatkan para penerima Anugerah JDIHN (JDIHN Awards) sebagai narasumber dipandu Kepala Pusat Dokumentasi dan Jaringan Informasi Hukum Nasional BPHN, Yasmon.

Arfan memandang, masyarakat saat ini juga perlu disajikan data informasi dan dokumen hukum yang masih ongoing process atau sedang berproses pada JDIH. Sebagai contoh, rancangan peraturan daerah ataupun rancangan Undang-undang (RUU) yang masih belum selesai dibahas namun dibutuhkan oleh masyarakat. Hal ini berkaca pada pengalaman Undang-undang Cipta Kerja yang berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dikatakan masih kurang adanya partisipasi publik.

"Saya kira penting untuk kemudian kita berfikir peran JDIH kedepan. Bagaimana agar partisipasi ini maknanya memberikan informasi yang belum final," ujarnya.

Picture2.jpg

Bicara data, lanjut Arfan, umumnya memang harus sudah valid dan bisa terverifikasi. Tapi ternyata, konten yang masih belum final juga penting dan dibutuhkan masyarakat dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan di pusat dan daerah. Kalau hal ini tidak segera disikapi, pihaknya khawatir kedepan akan ada lagi putusan MK maupun putusan Mahkamah Agung tentang uji formil yang mengatakan kurangnya partisipasi publik.

"Strateginya bagaimana agar kita juga bisa mendorong di level daerah dan pusat untuk memberikan informasi yang ongoing process. Selama ini kita agak sulit disitu karena dianggap masih belum final, masih ada perubahan-perubahan yang sangat cepat dan dinamis," paparnya.

Kepala Pusat Dokumentasi dan Jaringan Informasi Hukum Nasional BPHN, Yasmon mengatakan, jenis dokumen hukum yang dikelola dalam JDIH sebetulnya sudah termasuk rancangan peraturan perundang-undangan. Hal ini tertuang dalam pasal 1 angka 2 tentang dokumen hukum pada Perpres No.33 Tahun 2012 tentang JDIHN. Itu artinya, mulai dari RUU, rancangan peraturan pemerintah, rancangan peraturan menteri, hingga rancangan peraturan daerah (raperda) turut menjadi domain dalam pengelolaan dokumen hukum di JDIH.

"Cuma kami juga memberikan bimbingan bahwa dalam mengupload ataupun dalam mengelola sebuah rancangan peraturan perundang-undangan, harus ada kehati-hatian," imbuhnya.

Paling tidak, lanjut Yasmon, ada status kapan rancangan peraturan itu dikeluarkan. Karena sejalan dengan pembahasannya, tentu akan ada beberapa perbaikan yang dilakukan. Hal ini sekaligus untuk mengantisipasi adanya masyarakat yang salah mengambil data rujukan.

Picture3.jpg

Ketua DPRD Provinsi Lampung, Mingrum Gumay mengatakan, ada baiknya naskah akademik turut disampaikan kepada publik sebagai pendamping rancangan peraturan perundang-undangan seperti raperda. Naskah akademik perlu disertakan dalam rangka penyempurnaan kaidah-kaidah dan norma yang belum terakomodir di dalamnya. Pihaknya tak menampik, terkadang naskah akademik juga merupakan hasil studi dari satu daerah ke daerah lain yang bersifat "copy paste". Selain itu, raperda juga bisa mengandung kajian hukum adat, kajian historical budaya, atau kajian religius yang berbeda pada masing-masing daerah.

"Oleh karena itu menurut hemat kami, naskah akademik bukan rahasia negara dan bisa diperdebatkan sebelum dilaksanakan secara formal dalam bentuk uji publik atau dilaksanakan sosialisasi dengan stakeholder," paparnya.

Kendati demikian, lanjut Mingrum, tetap ada batasan-batasan pada data yang masih bersifat legal drafting. Diperlukan kehati-hatian sebelum melemparkan data yang masih membutuhkan kajian-kajian kepada publik. Terlebih ada mekanisme yang harus dilalui seperti uji publik dan sosialisasi kepada stakeholder. (Humas/rin)


Cetak   E-mail