Kakanwil Kemenkumham NTT Meminta Pemda Kabupaten Alor Segera Membentuk Tim Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO yang Dimulai dari Desa

WhatsApp Image 2020 09 03 at 16.59.43

Kalabahi - Kantor Imigrasi Kelas I TPI Kupang melaksanakan kegiatan sosialisasi keimigrasian dengan tema “Pengawasan Keimigrasian Calon Pekerja Migran Indonesia Non Prosedural (CPMI-NP) Dalam Upaya Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kabupaten Alor."

Kegiatan sosialisasi yang diikuti oleh perwakilan Kejaksaan Negeri Kabupaten Alor, Kadis Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Alor, Abdul Haris Kapukong, Setda Kabupaten Alor, Dinas Nakertrans, Forkom P2HP, Camat dan Lurah Kabupaten Alor, Disdukcapil, Dinas Pariwisata, Kesbangpol, tokoh agama dan tokoh masyarakat tersebut berlangsung di ruang meeting hotel Symponi, Kamis (03/09/2020). Hadir dalam kegiatan ini, Bupati Kabupaten Alor, Amon Djobo Yang juga secara resmi membuka kegiatan sosialisasi ini pada pukul 09.00 Wita didampingi Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham NTT, Marciana Jone dan Kepala Kantor Imigrasi Kupang, Scjharil.

WhatsApp Image 2020 09 03 at 16.59.44 1

Dalam sambutannya, Bupati memberikan Apresiasi kepada Kakanwil Kemenkumham NTT dan jajaran karena dalam situasi covid-19 saat ini masih memberikan perhatian kepada kabupaten Alor melalui kegiatan positif seperti sosialisasi ini. Bupati juga menjelaskan tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang merupakan bentuk modern perbudakan manusia dan pelanggaran terburuk harkat martabat serta Hak Asasi Manusia baik berupa eksploitasi seksual, eksploitasi fisik dan eksploitasi organ tubuh yang harus dicegah dengan metode pencegahan yang terencana dan berkelanjutan sehingga dapat memutus mata rantai TPPO. Untuk itu, Bupati berharap melalui kegiatan sosialisasi ini peserta dapat memahami peran dan fungsi masing-masing dan bersinergi dalam mencegah terjadinya praktik Pekerja Migran Indonesia Non Prosedural yang sekarang ini sering terjadi dengan modus dan karakteristik yang makin beragam khususnya di Kabupaten Alor. Usai dibuka secara resmi oleh Bupati, kegiatan dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Narasumber Kakanwil Kemenkumham NTT

Marci terlebih dahulu menjelaskan tentang tugas dan fungsi Kanwil Kemenkumham NTT kepada para peserta. Menurutnya Kemenkumham NTT memiliki tugas dan fungsi yang sangat luas yang perlu diketahui oleh masyarakat. Salah satunya tentang peran fungsi di bidang keimigrasian, yaitu melakukan pengawasan Keimigrasian terhadap Calon Pekerja Migran Indonesia Non Prosedural (CPMI-NP). Pekerja Migran Indonesia Non Prosedural (CPMI-NP) di Provinsi Nusa Tenggara Timur sangat tinggi, menurutnya hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya kurangnya kesadaran masyarakat tentang bahaya PMI-NP dan kurangnya upaya aparat pemerintah mulai dari desa, camat dan naketrans dalam menyampaikan sosialisasi secara baik kepada masyarakat serta belum dibangunnya sistem yang baik berbasis desa untuk orang yang ingin bekerja menjadi PMI. "Setiap warga negara memiliki hak untuk memilih pekerjaannya baik itu di dalam maupun luar negeri. Negara memiliki tugas untuk memastikan warga negara mendapatkan pelayanan dan perlindungan yang terbaik di setiap prosesnya. Hal tersebut sesuai dengan Nawa Cita khususnya butir pertama yaitu menghadirkan kembali negara untuk mengurus segenap bangsa dan memberikan rasa aman untuk seluruh warga negara. Tapi jangan pernah berangkat atau pulang dengan jalur ilegal, gunakan selalu jalur resmi. Ketika menggunakan jalur ilegal maka kemungkinan Tindak Pidana Perdagangan Orang akan terjadi," jelas Marci.

PMI non prosedural memiliki resiko yang tinggi. Sudah banyak WNI yang menjadi korban dari oknum tak bertanggung jawab yang kemudian merekrut, mengangkut, menampung, mengirim, memindahkan warga masyarakat untuk dijadikan tenaga kerja di luar negeri dengan iming-iming gaji yang menjanjikan serta kemudahan dalam prosesnya, padahal untuk menjadi PMI yang resmi/legal harus memenuhi syarat dan ketentuan serta harus mengikuti pelatihan terlebih dahulu. Dijelaskan lebih lanjut, PMI non prosedural sangat rentan menjadi korban TPPO dan sudah banyak kasus WNI yang menjadi korban TPPO.

"TPPO adalah kejahatan transnasional organized crime yang bersifat luar biasa. Karena ini merupakan pelanggaran terburuk harkat martabat serta Hak Asasi Manusia baik berupa eksploitasi seksual, eksploitasi fisik dan eksploitasi organ tubuh," ujar Marci. Modus TPPO sangat beragam diantaranya penculikan, adopsi ilegal, jual beli organ dan nikah pesanan yang juga dilakukan dengan iming-iming gaji yang besar. Di NTT sendiri permasalahan TPPO cukup banyak namun tidak banyak yang dilaporkan. Masih banyak calon tenaga kerja yang akan keluar ( AKAD maupun AKAN) tidak dilengkapi dengan dokumen resmi misalnya pemalsuan identitas diri, tidak ada kartu kuning dari Dinaskertrans, pemalsuan sertifikat pelatihan dan lainnya yang tidak sesuai dengan data asli calon TKI.

Faktor-faktor yang membuat seseorang rentan terhadap trafficking, antara lain kemiskinan, pendidikan rendah, pengangguran, migrasi keluar desa dan keluar negeri, ketahanan keluarga yang rapuh, konsumerisme, penegakkan hukum yang masih lemah serta kesadaran masyarakat dan pemerintah tentang trafficking yang belum memadai. "Dari berbagai kasus TPPO yang terjadi di NTT pelaku utama adalah orang-orang terdekat seperti orang tua, om, kakak atau adik, sahabat dekat atau tetangga, calo tenaga kerja, sindikat terorganisir baik luar negeri maupun dalam negeri, oknum aparat negara, agency penyalur tenaga kerja dalam maupun luar negeri ataupun kalangan swasta," jelas Marci.

WhatsApp Image 2020 09 03 at 16.59.43 1

Melanjutkan paparannya, Marci kemudian menjelaskan tentang pencegahan TPPO. Pencegahan TPPO baik terorganisir maupun tidak terorganisir baik luar negeri maupun dalam negeri merupakan tugas bersama sesuai amanat Undang-undang No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Usaha penanganan TPPO sendiri memerlukan strategi yang terstruktur, terukur, dan saling bersinergi antar sektor. Ada beberapa hal lain yang juga perlu diperhatikan, yakni penguatan kelembagaan, penguatan sistem, penegakan hukum, koordinasi, dan kerjasama lintas sektor. Peran pemerintah daerah seperti Kepala Desa, Camat dan OPD terkait dalam mengintensifkan pencegahan tindak pidana perdagangan orang dan masyarakat dalam memberikan informasi awal kepada penegak hukum terkait indikasi terjadinya TPPO juga menjadi kunci utama dalam memerangi tindak kejahatan secara umum.

"Kita menghadirkan para Lurah dan Camat dalam sosialisasi ini. Karena merekalah yang berdekatan langsung dengan masyarakat. Jangan sampai ada kejadian warga menjadi korban Perdagangan orang, tapi lurahnya tidak tahu. Jangan sampai seperti itu. Jadi nanti apa yang didapatkan disini kami harapkan bisa disampaikan kepada warganya" ujar Marci Walaupun sudah banyak kebijakan yang dihasilkan, namun implementasinya masih menjadi tantangan dalam pencegahan TPPO, pemberian perlindungan bagi korban, dan penegakan hukum bagi pelaku TPPO. Dari sisi pemerintah, tantangan yang dihadapi adalah masih kurang dan beragamnya pemahaman para pemangku kepentingan tentang kebijakan yang ada. Pemaparan materi dilanjutkan oleh Narasumber Kasat Reskrim Polres Alor, Iptu Mansur Mosa dan Kadis Nakertrans Kabupaten Alor, Muhamad Baesaku. Usai pemaparan materi oleh narasumber, acara di lanjutkan dengan sesi tanya jawab. Pada sesi tanya jawab para peserta sangat antusias memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan Tindak Pidana Perdagangan orang (TPPO) dan Pekerja Migran Indonesia Non Prosedural (CPMI-NP) dan semua pertanyaan dapat di jawab dengan baik oleh para Narasumber terutama Kepala Kantor Wilayak Kemenkumham NTT.

Diakhir kegiatan, Marci memberikan dua rekomendasi kepada Pemda Alor. Pertama Marci meminta agar segera membuat peraturan daerah tentang pencegahan dan penanganan TPPO dan kedua Marci Meminta segera membentuk gugus tugas TPPO yang mengembangkan sistem berbasis desa.

WhatsApp Image 2020 09 03 at 16.59.44


Cetak   E-mail