Jadi Keynote Simposium Nasional, Yasonna Tegaskan Penjara Bukan Satu-satunya Upaya Penegakan Hukum

 WhatsApp_Image_2023-04-13_at_11.43.02.jpeg

Kupang – Kepala kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Nusa Tenggara Timur, Marciana Dominika Jone mengikuti secara virtual melalui Zoom Meeting kegiatan Simposium Nasional bertema “Menuju Paradigma Baru Pemidanaan Indonesia” yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan berpusat di Graha Pengayoman, Jakarta (Kamis, 13/04/2023).

WhatsApp_Image_2023-04-13_at_15.54.44.jpeg

Kegiatan Simposium kali ini menghadirkan beberapa narasumber yaitu Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward OS Hiariej, Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani dan Guru Besar Hukum UI Harkristuti Harkrisnowo. Adapun materi yang dibahas dalam diskusi kali ini terkait dengan pemidanaan di negara Indonesia serta upaya penyelesaian masalah di dalamnya melalui Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan oleh pemerintah.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menegaskan bahwa hukuman penjara bukanlah satu-satunya upaya dalam penyelesaian pelanggaran hukum karena berujung pada jumlah tahanan yang melebihi kapasitas lembaga pemasyarakatan.

"Konsepsi penjara sebagai ultimum remedium, upaya terakhir, bergeser menjadi premium remedium, menjadi satu-satunya alat, bukan the last resource (upaya terakhir)," kata Yasonna dalam simposium nasional bertajuk "Menuju Paradigma Baru Pemidanaan Indonesia", seperti dipantau dari kanal YouTube Humas Ditjenpas.

WhatsApp_Image_2023-04-13_at_11.42.59.jpeg

Pergeseran konsep tersebut, lanjut Yasonna, dibuktikan melalui penyelesaian pelanggaran hukum lewat sistem peradilan pidana yang cenderung prison-oriented, yakni setiap pelanggaran pidana selalu berujung pada pemenjaraan.

Hal tersebut lantas mengakibatkan penjara mengalami masalah laten yaitu terlampau padat, overcrowded jumlah tahanan, sehingga melebihi daya tampung suatu penjara.

Yasonna menjelaskan bahwa hukuman penjara seberat apa pun terbukti tidak pernah berhasil untuk memadamkan kejahatan.

"Kalau kita terus mempertahankan prinsip premium remedium, bahwa pemidanaan penjara itu adalah satu-satunya, maka kita tidak akan mampu berkejar-kejaran membangun lapas dengan tingkat kejahatannya," jelasnya.

WhatsApp_Image_2023-04-13_at_11.43.00.jpeg

Bagi Yasonna, tidak adil menumpahkan segala persoalan tentang lahirnya dan berkembangnya kejahatan kepada seorang individu melalui penghukuman seberat-beratnya. Terdapat berbagai faktor yang turut mendorong terjadinya kejahatan.

“Faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor-faktor lainnya. Menjadi tidak adil menumpahkan segala persoalan tentang lahirnya dan berkembangnya kejahatan kepada seorang individu,” ucapnya.

Melalui KUHP dan Undang-Undang Pemasyarakatan yang baru, Pemerintah mengenalkan pendekatan berupa pemenjaraan bukanlah upaya satu-satunya, melainkan upaya terakhir.

Oleh karena itu, Yasonna berharap agar pendekatan dalam KUHP dan Undang-Undang Pemasyarakatan yang baru dapat disosialisasikan; tidak hanya kepada kampus, tetapi juga mulai menyentuh para aparat penegak hukum termasuk para pengacara.


Cetak   E-mail