Ranperda Ripparkab Kabupaten SBD Belum Harmonis dari Aspek Prosedural, Substansi dan Teknik

WhatsApp_Image_2023-04-04_at_15.40.02_2.jpeg

Kupang - Kanwil Kemenkumham NTT menggelar Rapat Pengharmonisasian, Pembulatan dan Pemantapan Konsepsi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD) Tahun 2023-2033 di Ruang Multi Fungsi, Selasa (4/4/2023). Rapat yang dibuka Kepala Kanwil Kemenkumham NTT, Marciana D. Jone dihadiri Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kabupaten SBD, Dominggus Bulla dan Wakil Ketua I DPRD Kabupaten SBD, H. Samsi Pua Golo beserta jajaran.

Selain itu, turut hadir Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, I Gusti Putu Milawati, Kepala Bidang Hukum merangkap Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Madya, Yunus P.S. Bureni, serta Tim Perancang Peraturan Perundang-undangan dan Analis Hukum.

Marciana mengatakan, Ranperda Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten SBD Tahun 2023-2033 (Ranperda Ripparkab) harus memenuhi aspek prosedural, substansi dan teknik untuk dapat dinyatakan harmonis. “Namun apabila ada salah satu aspek saja yang tidak terpenuhi, maka ranperda akan dikembalikan ke Pemda untuk dilakukan perbaikan. Itu artinya, ranperda tersebut belum harmonis,” ujarnya.

WhatsApp_Image_2023-04-04_at_15.40.02_1.jpeg

WhatsApp_Image_2023-04-04_at_15.40.03_1.jpeg

Menurut Marciana, kegiatan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi ranperda merupakan amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Marciana juga menyampaikan terima kasih atas elaborasi yang baik antara Pemda Provinsi dan kabupaten/kota dengan Kanwil Kemenkumham NTT dalam upaya mewujudkan Produk Hukum Daerah yang berkualitas, melalui terbitnya Pergub Nomor 51, 52, dan 53 yang mengamanatkan perlu dilakukan harmonisasi terhadap Ranperda kabupaten/kota sebelum dilakukan fasilitasi dan evaluasi oleh Pemerintah Provinsi.

Kepala Bidang Hukum, Yunus P.S. Bureni kemudian menyampaikan hasil telaah konsepsi ranperda dari aspek prosedural, substansi dan teknik. Dari aspek prosedural, ranperda dinyatakan tidak harmonis karena proses penyusunan naskah akademik dan ranperda tidak melibatkan semua unsur dalam Tim Penyusun sesuai amanat Pasal 98 Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, serta Pasal 70 ayat (3) dan Pasal 77 Perpres 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No.12 Tahun 2011.

Salah satu unsur yang mestinya dilibatkan adalah Perancang Peraturan Perundang-undangan, selain Bupati, Sekda, Pemrakarsa, Bagian Hukum, dan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait. Namun yang diikutsertakan di dalam Keputusan Bupati SBD tentang Penetapan Tim Ahli Perancang Peraturan Perundang-undangan tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan itu adalah Peneliti dan Tenaga Ahli dari Perguruan Tinggi.

WhatsApp_Image_2023-04-04_at_15.40.03.jpeg

WhatsApp_Image_2023-04-04_at_15.40.02.jpeg

Dari aspek teknik, lanjut Yunus, terdapat kurang lebih 15 catatan dari Tim Perancang Peraturan Perundang-undangan Kanwil yang membutuhkan perbaikan. Diantaranya terkait penggunaan tanda baca, penulisan Undang-Undang, urutan penempatan istilah, penggunaan frasa hingga penyesuaian dasar hukum. Catatan yang cukup banyak juga diberikan pada aspek substansi. Terdapat sekitar 37 catatan perbaikan, mengingat Tim Perancang Peraturan Perundang-undangan Kanwil melakukan telaah terhadap pasal per pasal di dalam ranperda.

“Secara substansi, pada prinsipnya belum harmonis dengan Peraturan Menteri Pariwisata (Permenpar) Nomor 10 Tahun 2016,” ujar Koordinator Perancang Peraturan Perundang-undangan ini.

Yunus mencontohkan, pada Pasal 1 angka 22 terkait definisi Ripparkab harus disesuaikan dengan Permenpar tersebut. Demikian halnya dengan ruang lingkup, karena pengaturan dalam Pasal 2 ayat (2) tidak sesuai dengan yang diatur oleh Permenpar. Selain itu, Pasal 2 dan Pasal 5 juga menimbulkan multitafsir. Kemudian, Pasal 6 mengenai visi kepariwisataan daerah belum mengakomodir penggerak pertumbuhan ekonomi sebagaimana visi kepariwisataan provinsi.

“Sedangkan mengenai visi ini, di dalam Permenpar mengatur agar kabupaten mengacu pada visi kepariwisataan provinsi,” jelasnya.

Dengan demikian, Ranperda Ripparkab juga belum harmonis dari aspek teknik dan substansi. Terkait hal ini, Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, I Gusti Putu Milawati menegaskan, Pemda selaku pemrakarsa hendaknya tidak menyerahkan begitu saja penyusunan ranperda kepada akademisi atau tenaga ahli. Jajaran Pemda justru harus lebih mengetahui substansi ranperda dengan terus mengawal dan mengikuti setiap proses penyusunannya. Mengingat, peraturan yang disusun nantinya akan diimplementasikan oleh Pemda itu sendiri. (Humas/rin)


Cetak   E-mail