FGD AE Kemenkumham NTT : Pengaturan PDRD Perlu Dilakukan untuk Wujudkan Kemudahan Investasi

WhatsApp_Image_2023-03-27_at_16.31.53.jpeg

WhatsApp_Image_2023-03-27_at_16.31.53_1.jpeg

Kupang - Kanwil Kemenkumham NTT menggelar Focus Group Discussion (FGD) Analisis dan Evaluasi Hukum (AE) dengan tema “Pajak Daerah dan Retribusi Daerah” di Ruang Multi Fungsi, Senin (27/3/2023). FGD melibatkan Perangkat Daerah terkait di Provinsi NTT dan Kota Kupang. Turut hadir Kepala Bidang Hukum, Yunus P.S. Bureni, Kasubbid Fasilitasi Pembentukan Produk Hukum Daerah, Frichy Ndaumanu, serta Koordinator Tim Pokja Analisis dan Evaluasi Hukum, Ariance Komile beserta seluruh JFT Analis Hukum.

FGD diawali dengan pengantar dari Kasubbid Fasilitasi Pembentukan Produk Hukum Daerah, Frichy Ndaumanu. Selanjutnya, Koordinator Tim Pokja Analisis dan Evaluasi Hukum, Ariance Komile memaparkan latar belakang dilaksanakannya FGD. Dimana FGD merupakan kegiatan lanjutan setelah dilakukan rapat penetapan topik, rapat internal Tim Pokja, serta rapat penjaringan isu.

WhatsApp_Image_2023-03-27_at_16.31.54.jpeg

“Pajak Daerah dan Retribusi Daerah urgent dibicarakan karena merupakan salah satu sumber pendapatan daerah. Kalau tidak ada dasar hukumnya, bagaimana bisa melakukan pemungutan. Selain itu, peraturan di daerah juga harus disesuaikan dengan peraturan yang berlaku secara nasional,” ujar Analis Hukum Ahli Madya ini.

Menurut Ariance, Pasal 94 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) mengamanatkan penataan regulasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) dalam satu Perda yang memuat segala ketentuan pajak dan retribusi di daerah. Masa transisi pembentukan Perda PDRD hanya diberikan selama 2 tahun sejak UU HKPD diundangkan 5 Januari 2022. Itu artinya, tenggat waktu yang tersisa bagi Pemda hanya sampai dengan akhir tahun 2023.

WhatsApp_Image_2023-03-27_at_16.31.54_1.jpeg

“Sampai dengan hari ini belum ada satu Perda PDRD yang sudah dinyatakan final dan berlaku sesuai peraturan yang berlaku secara nasional. Melalui FGD diharapkan ada masukan-masukan di dalam melakukan analisis dan evaluasi hukum sehingga tidak ada benturan dalam proses pembentukan dan penetapan Perda PDRD,” jelasnya.

Kepala Bidang Hukum, Yunus P.S. Bureni mengatakan, pemerintah daerah saat ini dituntut untuk bisa mewujudkan kemudahan investasi. Hal ini diharapkan dapat berimbas pada tingginya kemampuan masyarakat membayar pajak sehingga meningkatkan pendapatan daerah. Keberadaan Perda PDRD sangat strategis untuk memberikan kemudahan investasi dimaksud.

“Di dalam analisis dan evaluasi ini, ada beberapa pertimbangan. Ada alasan rasional dan esensial berdasarkan data, kemudian gejala di masyarakat dan kesenjangan antara harapan (das sollen) dan kenyataan (das sein),” ujar Perancang Peraturan Perundang-Undangan Ahli Madya ini.

WhatsApp_Image_2023-03-27_at_16.31.52.jpeg

WhatsApp_Image_2023-03-27_at_16.31.51.jpeg

Berdasarkan hasil rapat penjaringan isu, lanjut Yunus, pengaturan PDRD perlu diharmoniskan kembali dengan adanya perubahan regulasi di tingkat pusat melalui terbitnya UU HKPD beserta 7 Peraturan Pelaksana-nya. Begitu juga setelah Undang-Undang Cipta Kerja dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dengan terbitnya Perppu No.2 Tahun 2022. Selain itu, analisis dan evaluasi hukum perlu dilakukan karena adanya obesitas regulasi di daerah terkait PDRD. Sebagai contoh, hasil inventarisasi regulasi daerah di Kabupaten Sikka terdapat 49 Perda dan Perbup terkait PDRD. Sementara gejala di masyarakat yang dijadikan pertimbangan yakni lemahnya pertumbuhan ekonomi sebagai dampak Covid-19 dan konflik geopolitik.

“Kondisi masyarakat sedang tidak baik-baik saja, jika ditambah dengan pembebanan pajak dan retribusi yang tidak sesuai dengan kemampuan masyarakat, hal ini akan menghambat investasi yang ada di daerah,” jelasnya.

Oleh karena itu, lanjut Yunus, perlu ada pengaturan yang baik di dalam pembentukan Perda PDRD agar tetap mendukung kemudahan investasi, namun tidak memberatkan masyarakat selaku Wajib Pajak dan Wajib Retribusi serta dapat menekan angka inflasi. PDRD sebagai sumber pendapatan daerah untuk melaksanakan kebijakan fiskal di dalam mendukung pembangunan daerah juga diharapkan tidak menjadi antitesis di dalam mewujudkan kemudahan investasi. (Humas/rin)


Cetak   E-mail