Kepala BPKP NTT Sebut Manajemen Risiko Terkait dengan SPIP Terintegrasi

WhatsApp_Image_2023-03-20_at_16.33.02.jpeg

Kupang - Kepala Perwakilan BPKP Provinsi NTT, Sofyan Antonius menjadi narasumber utama dalam Workshop Penerapan Manajemen Risiko di Lingkungan Kanwil Kemenkumham NTT. Pemaparan materi dipandu oleh Moderator yakni Kepala Bagian Program dan Humas, Mariana R. Manuhutu di Hotel Neo Kupang, Senin (20/3/2023).

Sofyan mengatakan, Manajemen Risiko Indeks (MRI) tidak bisa lepas dari Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Terintegrasi. Seperti diketahui, kesuksesan SPIP ditentukan oleh tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sementara MRI menggambarkan kualitas penerapan Manajemen Risiko yang diperoleh dari perhitungan parameter penilaian pengelolaan risiko.

WhatsApp_Image_2023-03-20_at_18.07.14.jpeg

“Pimpinan instansi pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menyusun perencanaan dan menetapkan tujuan organisasi, membangun sistem pengendalian intern yang memadai, dan mencapai tujuan organisasi melalui 4 tujuan SPIP,” ujarnya.

Menurut Sofyan, penyusunan perencanaan dan penetapan tujuan organisasi harus sesuai dengan visi misi, cascading selaras, berorientasi hasil atau outcome, serta didukung dengan program dan kegiatan yang tepat. Sedangkan sistem pengendalian yang memadai mengandung 5 unsur yakni lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan.

WhatsApp_Image_2023-03-20_at_16.33.02_1.jpeg

WhatsApp_Image_2023-03-20_at_16.33.02_2.jpeg

Lebih lanjut dikatakan, penilaian risiko dalam kaitan penerapan Manajemen Risiko diawali dengan penetapan tujuan untuk menjabarkan tujuan instansi dan tujuan kegiatan. Selanjutnya dilakukan identifikasi risiko yakni dengan mengidentifikasi kegiatan, penyebab dan proses terjadinya peristiwa risiko yang dapat menghalangi, menurunkan, atau menunda tercapainya tujuan dan sasaran unit kerja di lingkungan kementerian, serta mendokumentasikan proses identifikasi risiko dalam sebuah daftar risiko. Berikutnya dilaksanakan analisis risiko untuk menentukan nilai dari suatu sisa risiko yang telah diidentifikasi dengan mengukur nilai kemungkinan dan dampaknya.

“Unit Pemilik Risiko (UPR) di tingkat Kanwil memiliki tugas melakukan identifikasi dan analisis risiko terhadap pencapaian tujuan dan sasaran kegiatan Kanwil,” imbuhnya.

Selain itu, lanjut Sofyan, UPR Kanwil juga melakukan kegiatan penanganan dan pemantauan risiko hasil identifikasi dan analisis risiko, serta menatausahakan proses Manajemen Risiko. Penanganan risiko dilakukan dengan mengidentifikasi berbagai opsi yang tersedia lalu memutuskan opsi penanganan yang diambil, apakah menurunkan risiko, mengalihkan risiko, menghindari risiko, atau menerima risiko. Sebelum dilakukan penanganan, terlebih dahulu dilakukan evaluasi risiko untuk membuat peringkat risiko yang memerlukan perhatian manajemen instansi dan yang memerlukan penanganan segera atau tidak memerlukan tindakan lebih lanjut.

WhatsApp_Image_2023-03-20_at_16.33.00.jpeg

Pemaparan materi kemudian dilanjutkan oleh Auditor Madya pada Perwakilan BPKP Provinsi NTT, Wisnoe Koeshartsanto yang menjelaskan tentang Indeks Efektivitas Pengendalian Korupsi (iEPK). Dikatakan, ada 3 pilar iEPK yakni kapabilitas pengelolaan risiko korupsi, penerapan strategi pencegahan, dan penanganan kejadian korupsi. Indikator pilar kapabilitas antara lain meliputi kebijakan antikorupsi, seperangkat sistem antikorupsi yang salah satunya adalah penetapan sistem WBS internal, dan program pembelajaran antikorupsi. Sedangkan terkait penerapan, salah satu indikatornya adalah asesmen dan mitigasi risiko korupsi yang konsisten dan komprehensif sebagai bentuk efektivitas pencegahan dan deteksi dini.

“Proses asesmen risiko korupsi berjalan pada semua kegiatan utama hingga menghasilkan peta risiko dan rencana tindak pengendalian,” ujarnya.

Pilar terakhir, lanjut Wisnoe, yakni penanganan dengan indikatornya meliputi investigasi, tindakan korektif dan peristiwa aktual korupsi. Terkait investigasi dan tindakan korektif, diharapkan adanya konsistensi langkah-langkah investigatif merespons setiap indikasi korupsi yang terdeteksi, serta konsistensi pengenaan sanksi kepada pelaku, pemulihan kerugian, dan perbaikan pengendalian. (Humas/rin)

WhatsApp_Image_2023-03-20_at_16.33.01.jpeg

WhatsApp_Image_2023-03-20_at_16.33.01_1.jpeg

WhatsApp_Image_2023-03-20_at_16.34.40.jpeg


Cetak   E-mail