Kemenkumham Blokir Akses Korporasi yang Belum Laporkan Beneficial Ownership

WhatsApp_Image_2023-03-15_at_20.35.58_2.jpeg

Badung - Kementerian Hukum dan HAM melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum telah melakukan pemblokiran akses terhadap PT, yayasan, dan perkumpulan yang belum melaporkan Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership). Pemblokiran merupakan bentuk implementasi Perpres No.13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam rangka pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT).

“Pemblokiran ini tidak ujug-ujug dilakukan, tapi memang sudah ada timeline Beneficial Ownership sejak diterbitkannya Perpres No.13 Tahun 2018,” ujar Analis Hukum Ahli Madya pada Direktorat Perdata Ditjen AHU, Laila Yunara dalam Rapat Koordinasi Pelaksanaan dan Evaluasi Target Kinerja Ditjen AHU di Wilayah Tahun 2023 hari kedua yang berlangsung di Ballroom Hotel Sakala Resort, Bali, Rabu (15/3/2023).

WhatsApp_Image_2023-03-15_at_20.35.58_3.jpeg

Pasca-terbitnya Perpres, lanjut Laila, Menteri Hukum dan HAM RI kemudian mengeluarkan Permenkumham No.15 Tahun 2019 dan Permenkumham No.21 Tahun 2021. Pada tahun 2019 juga telah dilaunching aplikasi Beneficial Ownership (BO) serta dilakukan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan 5 kementerian/lembaga. Yakni, DJP, ATR/BPN, Ditjen Minerba, Ditjen Perkebunan, dan Kemenkop UKM. Pada tahun 2022, PKS diperluas dengan Bareskrim dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC), serta LKPP pada tahun 2023.

“Dengan lahirnya aplikasi pada 2019, korporasi sebetulnya diharapkan mengisi dengan kesadaran sendiri tanpa paksaan atau self-declare. Tapi peningkatan jumlah terlalu lambat, sehingga pada tahun 2020 Dirjen AHU mengeluarkan pengumuman kewajiban pengisian data pemilik manfaat korporasi,” paparnya.

Berdasarkan database Ditjen AHU per tanggal 12 Maret 2023, baru 836.580 yang sudah melaporkan BO dari 2.583.447 total korporasi atau 32,38 persen. Sedangkan per tanggal 11 Maret 2023, telah dilakukan pemblokiran terhadap 1.142.005 korporasi yang terdiri dari 734.669 PT (Perseroan Terbatas), 225.064 yayasan, dan 182.272 perkumpulan. Dari jumlah itu, pemblokiran akses telah dibuka untuk 3.140 korporasi yang sudah melakukan pelaporan BO melalui laman resmi bo.ahu.go.id. Pembenahan data BO merupakan bagian dari upaya Pemerintah Indonesia untuk menjadi anggota FATF (Financial Action Task Force).

“Pembukaan pemblokiran akses dapat diajukan dengan mengirimkan bukti pelaporan BO melalui alamat email badanhukum.perdata@ahu.go.id,” jelasnya.

Rapat Koordinasi turut diikuti jajaran Kanwil Kemenkumham NTT yang diwakili Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, I Gusti Putu Milawati, Kabid Pelayanan Hukum, Erni Mamo Li, Kasubbid AHU, Regina A. Siga, serta Pelaksana pada Subbid AHU dan Subbag HRBTI.

WhatsApp_Image_2023-03-15_at_20.35.58_4.jpeg

WhatsApp_Image_2023-03-15_at_20.35.58.jpeg

Selain paparan mengenai Beneficial Ownership, Rapat Koordinasi juga diisi dengan pemaparan tentang pembaharuan data notaris dan identifikasi status notaris serta target kinerja Apostille. Koordinator Notariat Ditjen AHU, Andi Yulia Hertaty mengatakan, Kemenkumham saat ini berupaya mensinkronisasikan data notaris yang akurat pada database Ditjen AHU, Kantor Wilayah, dan Pengurus Wilayah Notaris.

Terkait hal ini, Kantor Wilayah diminta melakukan pemetaan jumlah notaris dengan pemilahan data notaris per kabupaten/kota. Kemudian, melakukan pengecekan notaris aktif, notaris tidak aktif, serta notaris yang meninggal dunia dan/atau pensiun.

Sementara terkait target kinerja apostille, Kantor Wilayah memiliki peran sebagai narahubung layanan apostille di daerah, yang sekaligus mendiseminasikan layanan ini kepada stakeholder terkait seperti praktisi, kementerian/lembaga, dan masyarakat umum. Selanjutnya, Kantor Wilayah juga diproyeksikan menjadi penjuru pencetakan sertifikat apostille. (Humas/rin)

WhatsApp_Image_2023-03-15_at_20.33.16.jpeg


Cetak   E-mail