Lindungi Pers, Pemerintah Siapkan Perpres Publisher Rights

WhatsApp_Image_2023-02-07_at_16.29.42_1.jpeg

WhatsApp_Image_2023-02-07_at_20.57.16.jpeg

Kupang - Kepala Kanwil Kemenkumham NTT, Marciana Dominika Jone menghadiri Media Dialogue “HAM dan Kebebasan Pers” dalam rangka peringatan Hari Pers Nasional secara virtual, Selasa (7/2/2023). Kegiatan yang digelar Direktorat Jenderal HAM ini juga dirangkai dengan launching Studio Podcast Ditjen HAM.

Media dialogue menghadirkan tiga orang narasumber yakni Direktur Jenderal HAM, Mualimin Abdi, Direktur Informasi dan Komunikasi Polhukam Kementerian Kominfo, Bambang Gunawan, serta Penasehat Kehormatan Menkumham sekaligus Akademisi dan Direktur Jenderal HAM 2014-2015, Aidir Amin Daud.

Mualimin Abdi mengatakan, konstitusi telah mengatur HAM ada yang bersifat non-derogable rights (tidak dapat dibatasi) dan derogable rights (bisa dibatasi). Non derogable rights terdiri dari hak untuk hidup; hak untuk tidak disiksa; hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani; hak beragama; hak untuk tidak diperbudak; hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum; dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut. Sedangkan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam non-derogable rights merupakan derogable rights.

“Kebebasan pers bukan termasuk kategori non-derogable rights, tapi bukan berarti dikekang,” ujarnya.

WhatsApp_Image_2023-02-07_at_20.57.13.jpeg

Menurut Mualimin, implementasi HAM yang terkait dengan kebebasan pers termasuk kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai agama, ketertiban umum, etika, dan moral. Mengingat, kedudukan pers yang sangat strategis sebagai pilar keempat demokrasi.

“Kita harus memahami betul, setiap kehidupan berbangsa dan bernegara tidak boleh hanya berbicara HAM. HAM itu harus selalu berdampingan jalannya seperti rel kereta. Kalau ada HAM, di sebelahnya harus ada instrumen hukum. Tanpa instrumen hukum, HAM itu bablas,” jelasnya.

Bambang Gunawan mengatakan, disrupsi teknologi telah membawa perubahan besar dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya menyangkut transformasi digital. Media massa pun kini dituntut mengikuti perkembangan zaman dengan berlomba-lomba mengejar kecepatan di dalam menyajikan informasi kepada masyarakat.

"Cuma masalah sekarang, yang namanya kecepatan tidak berbanding lurus dengan keakuratan. Itulah yang banyak terjadi, terutama di media online," ujarnya.

WhatsApp_Image_2023-02-07_at_16.29.42.jpeg

Saat ini, lanjut Bambang, terdapat 40.000 media online di Indonesia. Namun hanya beberapa yang terverifikasi Dewan Pers. Tak heran, banyak bermunculan berita-berita click bait dan bombastis yang sebetulnya bertentangan dengan etika pers. Kekhawatiran pun muncul, menyusul adanya pengaduan dari masyarakat terhadap media online seperti itu.

"Hanya media yang terverifikasi saja yang akan dimediasi oleh Dewan Pers. Buat media yang tidak terverifikasi, silakan hadapi sendiri dan akan berhadapan dengan UU ITE, bukan UU Pers," jelasnya.

Menurut Bambang, pemerintah sejatinya tidak tinggal diam dan hadir di tengah-tengah masyarakat untuk menyelamatkan media. Pemerintah telah merancang Peraturan Presiden tentang Publisher Rights, untuk melindungi Pers manakala konten-konten yang dimiliki oleh media massa akan dikutip oleh platform global seperti google, facebook dan lain-lain. Utamanya media-media yang sudah terverifikasi di Dewan Pers. Kompensasi yang akan diterima media tidak selalu berbentuk uang, tapi juga capacity building.

"Verifikasi yang dilakukan oleh Dewan Pers semata-mata untuk menjaga kualitas jurnalisme. Media-media yang tidak jelas diharapkan tidak ada lagi," jelasnya.

Sementara itu, Aidir Amin Daud mengatakan, kebebasan pers adalah sebuah keniscayaan dan harus dilindungi. Pers sama sekali tidak boleh dibatasi, dan jangan sampai ada kebebasan yang diberangus karena pers hadir untuk menyalurkan kemerdekaan yang hakiki dan harkat kemanusiaan yang ada. Walaupun kebebasan pers itu penting, namun pers tetap bisa kebablasan apabila berada di tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab, tidak terdidik, dan tidak mempunyai empati.

“Kebebasan pers adalah sesuatu yang mutlak, tinggal kita perbaiki apa-apa yang merusak kebebasan itu,” ujarnya. (Humas/rin)

WhatsApp_Image_2023-02-07_at_16.29.41.jpeg

WhatsApp_Image_2023-02-07_at_20.39.38.jpeg


Cetak   E-mail