Jakarta - Masuki Hari Kedua Rapat Kerja Program Pemajuan dan Penegakan HAM, Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham NTT, Marciana Dominika Jone dan Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, Jonson Siagian Ikuti Diskusi Kebijakan Publik,Selasa (21/05/2024).
Kegiatan ini diikuti seluruh Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Divisi Pelayanan Hukum HAM se-Indonesia. Sesi Pertama dihari kedua ini menghadirkan pemateri Asisten Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana KemenpanRB, Istyadi Insani dan Direktur Hukum dan Regulasi Bappenas, R.M Dewo Broto Joko P.
Istiyadi menyampaikan materi dengan tema "Kelembagaan HAM Nasional di Indonesia". Dirinya menekankan pentingnya tiga elemen strategis dalam transformasi penataan kelembagaan dan budaya organisasi, yaitu struktur organisasi, tata kelola, serta budaya dan manajemen sumber daya manusia (SDM).
"Kementerian atau lembaga harus adaptif dan responsif terhadap isu internasional serta dapat memberikan pelayanan proaktif sesuai dengan kebutuhan publik. Dengan kelembagaan yang kontekstual serta tepat fungsi dan ukuran, akan menghasilkan tata kelola pemerintahan yang efektif, inklusif, partisipatif, dan saling menunjang antar sektor," ujar Istiyadi.
Lebih lanjut, Istiyadi menambahkan bahwa diperlukan penguatan kerjasama antar lembaga dalam membangun pemahaman yang sama tentang hukum nasional dan internasional terkait HAM. Koordinasi lintas sektor juga menjadi aspek penting untuk memastikan peran masing-masing lembaga dalam penegakan HAM.
Istiyadi juga menekankan bahwa Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) memiliki peran krusial dalam memudahkan akses masyarakat terhadap informasi seputar HAM.
"Dengan adopsi teknologi SPBE, kita bisa memastikan bahwa informasi tentang HAM dapat diakses dengan cepat, mudah, dan transparan oleh masyarakat," ujar Istiyadi.
Menurut Istiyadi, SPBE memungkinkan instansi pemerintah untuk mengelola dan menyebarkan informasi terkait HAM secara efektif melalui platform digital yang terintegrasi. Hal ini tidak hanya meningkatkan keterbukaan dan akuntabilitas pemerintah, tetapi juga memungkinkan masyarakat untuk lebih aktif terlibat dalam upaya pemajuan dan perlindungan HAM.
"Dengan SPBE, pengaduan mengenai pelanggaran HAM juga dapat disampaikan secara online, sehingga proses penanganannya dapat lebih cepat dan efisien," tambah Istiyadi.
Penerapan teknologi ini bertujuan untuk mendukung transparansi, efisiensi, dan akuntabilitas dalam penyampaian informasi HAM. Melalui platform digital yang terintegrasi, masyarakat dapat dengan mudah mengakses berbagai informasi terkait HAM, mulai dari peraturan perundang-undangan, kebijakan, hingga layanan pengaduan pelanggaran HAM.
Selanjutnya, R.M Dewo Broto Joko P. menyampaikan materi disesi kedua dengan tema "Pengarusutamaan HAM pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029". Dewo menyoroti pentingnya pendidikan HAM bagi masyarakat, kementerian, lembaga, pemerintah daerah, aparat penegak hukum (APH), serta pelaku usaha. Pendidikan ini mengacu pada penyusunan sebuah Grand Design pendidikan HAM di Indonesia yang disesuaikan dengan kelompok sasaran dan linimasa.
"Melalui pendekatan ini, kementerian dan lembaga terkait dapat menyediakan sarana penyelesaian permasalahan pelanggaran HAM yang efektif, efisien, dan mampu memberikan keadilan bagi masyarakat," jelas Dewo. Dengan demikian, pengarusutamaan HAM dalam RPJMN 2025-2029 menjadi langkah strategis dalam mewujudkan supremasi hukum yang berkeadilan dan berkepastian serta berlandaskan hak asasi manusia dalam pembangunan nasional.
Dengan adanya kedua materi ini, peserta diharapkan dapat mengimplementasikan kinerja Kemenkumham sesuai dengan indikator dan tata nilai pembangunan HAM menuju Indonesia Emas 2045