Jakarta_Pelaksanaan Rapat Kerja Pemajuan dan Penegakan HAM yang ikuti Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Nusa Tenggara Timur, Marciana Dominika Jone memasuki hari kedua, Selasa (21/05/2024).
Masih berlokasi di tempat yang sama di Hotel Borobudur, peserta mengikuti serangkaian kegiatan dari pagi hingga sore hari. Usai mengikuti materi dari MenpanRB dan Bappenas peserta kemudian dibagi menjadi beberapa komisi untuk membahas isu-isu strategis tentang P5HAM.
Kakanwil Kemenkumham NTT bersama para Pimti dari Kanwil Bali, NTB, Kalteng, Kalsel, Sumut, Banten, DIY, Papua, Sulut dan Kaltim tergabung dalam Komisi V membahas isu aktual terkait draft Permenkumham pengarusutamaan HAM dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang selaras dengan HAM.
Direktur Instrumen HAM, Farid Junaidi dan Farida sebagai penanggungjawab dan pendamping dari Direktorat Jenderal HAM menyampaikan bahwa Dirjend HAM membutuhkan masukan dan saran dari Komisi V untuk dituangkan dalam Permenkumham sebagai aksi tahun 2025 sampai dengan rencana aksi 2026.
“Masukan dan Saran dari Bapak Ibu akan kami jadikan substansi untuk mengimplementasikan Permenkumham Pengarusutamaan HAM”, kata Junaidi.
Sebelum masuk dalam pembahasan Komisi V sepakat memilih Kadiv Yankumham Kanwil Papua, Zuliansyah sebagai ketua untuk memimpin jalannya pembahasan.
Draft yang disiapkan tim Ditjen HAM kemudian mendapat berbagai masukan dari anggota Komisi V, termasuk Kakanwil Kemenkumham NTT. “Perlu adanya sosialisasi bukan saja kepada stakholder dalam hal ini Pemerintah daerah dan Perancang Peraturan Perundang-undangan, namun juga harus dibarengi dengan penguatan berupa bimtek kepada jajaran di Bidang HAM”, kata Marciana.
Hal penting agar pemahaman terkait substansi HAM dapat dikuasai dengan tepat oleh jajaran bidang ham sebelum masuk pada proses implementasi rencana aksi.
“Jajaran Ditjen HAM perlu berkolaborasi dengan jajaran Ditjen Peraturan Perundang-undangan untuk melaksanakan proses ini, Ditjen PP dapat berfokus pada pembentukan produk hukum yang berkualitas kemudian Ditjen HAM dapat mengimplementasikannya kepada masyarakat secara tepat”, tambah Marciana.
Diyakini, melalui proses yang tepat dapat menghasilkan implementasi dari kebijakan yang tepat pula. Hasil pembahasan, komisi V sepakat Permenkumham pengarusutamaan HAM dapat menyusun panduan atau pedoman yang jelas tentang bagaimana mengintegrasikan prinsip-prinsip HAM dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Panduan ini harus mencakup prinsip-prinsip dasar HAM yang harus dihormati dan diimplementasikan dalam setiap tahap pembentukan undang-undang.
Komisi V juga menggarisbawahi tentang pentingnya melibatkan masyarakat secara luas, termasuk kelompok-kelompok masyarakat yang rentan, seperti kaum minoritas, perempuan, dan kelompok etnis tertentu. Keterlibatan ini bisa seperti Konsultasi publik yang inklusif akan membantu memastikan bahwa peraturan yang dihasilkan mencerminkan kebutuhan dan aspirasi semua pihak.
Selain itu komisi V juga menyampaikan bahwa perlu dilakukan Pemantauan dan Evaluasi setelah permenkumham disahkan, perlu adanya mekanisme pemantauan dan evaluasi untuk memastikan bahwa implementasi dan pelaksanaannya sesuai dengan prinsip-prinsip HAM yang diakui secara internasional.
Dengan mengikuti langkah-langkah tersebut, Permenkumham dapat memastikan bahwa pengarusutamaan HAM menjadi bagian integral dari proses pembentukan peraturan perundang-undangan, sehingga negara dapat mencapai tujuan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.