Kupang - Direktur Pembimbingan Kemasyarakatan dan Upaya Keadilan Restoratif Pemasyarakatan, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Pujo Harinto menghadiri pembukaan Rapat Koordinasi Pembentukan Griya Abhipraya di Wilayah NTT, Selasa (30/7/2024). Bersama Kepala Kanwil Kemenkumham NTT, Marciana D. Jone dan Penjabat Walikota Kupang, Fahrensy P. Funay, Pujo Harinto juga menyaksikan langsung Penandatanganan Dukungan Pembentukan Griya Abhipraya Bapas Kelas II Kupang.
Penandatanganan dilakukan oleh Kepala Bapas Kelas II Kupang, Kepala Bagian Hukum Kota Kupang, Kepala Kantor Kemenag Kota Kupang, Kadisperindag NTT, Kepala Dinas Sosial NTT dan Kota Kupang, Kadisnakertrans Kota Kupang, serta perwakilan anggota Pokmas Lipas (Kelompok Masyarakat Peduli Pemasyarakatan) seperti LBH, Yayasan, dan UKM.
Pujo Harinto mengatakan, pembentukan Griya Abhipraya merupakan salah satu langkah untuk mempersiapkan implementasi Undang-Undang No.1 Tahun 2023 tentang KUHP (KUHP Baru) dan Undang-Undang No.22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. Selain itu juga berkaitan dengan pergeseran nilai-nilai hukum di masyarakat yang sekarang tidak lagi memenjarakan. Tapi bagaimana memulihkan orang yang melanggar hukum agar ketika nanti kembali ke masyarakat bisa diterima dan berperan secara sosial dengan baik.
“Griya Abhipraya dibentuk karena ini satu lembaga di bawah Bapas yang sangat baik sebagai tempat sekretariat para kelompok-kelompok masyarakat yang mau membantu memulihkan mereka-mereka yang melanggar hukum,” ujarnya.
Pujo menambahkan, para pelanggar hukum yang direstorasi tidak hanya warga binaan Pemasyarakatan yang sudah dipidana penjara dan menjelang bebas melalui program reintegrasi atau mengembalikan mereka ke masyarakat. Tapi juga mencakup mereka yang berada pada tahap penyidikan, penuntutan, maupun putusan hakim yang memutus pidana kerja sosial atau pidana alternatif.
“Kalau mereka tidak dibantu dipulihkan kehidupannya, mereka akan mengulangi kejahatan. Lingkaran kejahatan itu akan timbul,” imbuhnya.
Menurut Pujo, semua pihak baik Kemenkumham, Pokmas Lipas, maupun Pemerintah Daerah berperan untuk memutus lingkaran kejahatan tersebut. Terutama Pemerintah Daerah melalui berbagai Dinas terkait yang bisa berkontribusi untuk menyelesaikan masalah hukum dari akarnya. Sebagai contoh ketika ada orang yang mencuri karena lapar, semua pihak bisa berperan untuk menyelesaikan masalah mulai dari perilaku, kebutuhan akan pekerjaan dan pelatihan, hingga pendanaannya.
“Untuk perubahan perilaku misalnya, bisa melibatkan peran serta komponen keagamaan. Pelatihan bisa dari BLK. Pendanaan bisa dari Pemda atau CSR. Sehingga bukan hanya kemiskinan yang putus, tapi rantai kejahatan juga putus,” jelasnya.
Lebih lanjut dikatakan, upaya ini penting dilakukan bagi masyarakat supaya semua rantai masalah bisa diurai satu per satu secara bertahap. Oleh karena itu, Pujo mengharapkan dukungan semua pihak terkait. Utamanya Pemerintah Daerah yang memiliki cukup banyak peran di dalam KUHP baru dan Undang-Undang Pemasyarakatan.
“Saya berharap Pemerintah Daerah bisa membantu kegiatan ini (Griya Abhipraya) supaya sukses dan bisa diterapkan di NTT,” tandasnya. (Humas/rin)