Kupang - Kepala Kanwil Kemenkumham NTT, Marciana D. Jone beserta jajaran menerima kunjungan kerja Direktur Penyusunan Rekomendasi Kebijakan dan Regulasi, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), RDM Johan Johor Mulyadi, Kamis (16/5/2024). Kunjungan dilaksanakan dalam rangka koordinasi dan pengumpulan data penyusunan kajian dan rekomendasi terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
Marciana menyambut positif kunjungan kerja ini untuk saling berdiskusi terkait pembentukan peraturan perundang-undangan yang tidak bertentangan dengan nilai Pancasila. Terlebih dalam kaitan UU HKPD yang mengamanatkan Pemda Kabupaten/Kota harus melakukan penyusunan ulang peraturan daerah (perda) tentang pajak daerah dan retribusi daerah menjadi satu perda.
“Kami berupaya memberikan pelayanan terbaik dalam memfasilitasi pembentukan perda maupun peraturan kepala daerah yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022,” ujarnya.
Menurut Marciana, para Perancang Peraturan Perundang-undangan Kanwil Kemenkumham NTT menjalin kerja sama dengan Pemda mulai dari penyusunan naskah akademik, rancangan perda (ranperda), hingga pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi ranperda tersebut.
“Disamping itu, para Analis Hukum juga melakukan kajian terhadap ketentuan pajak daerah dan retribusi daerah yang telah berlaku sebelumnya. Kemudian para Penyuluh Hukum telah melaksanakan penyuluhan dan membantu penyebarluasan informasi terkait perda,” imbuhnya.
Direktur Penyusunan Rekomendasi Kebijakan dan Regulasi BPIP, RDM Johan Johor Mulyadi mengapresiasi Kanwil Kemenkumham NTT yang telah berhasil mengharmonisasikan perda-perda di NTT. Mengingat di daerah lain, masih banyak perda yang belum diharmonisasikan. Dari pantauannya, perda-perda yang dibuat sebelum tahun 2011 bahkan tidak pernah diharmonisasikan oleh Kemenkumham maupun Kemendagri sesuai amanat peraturan perundang-undangan. Akibatnya, legislasi nasional saat ini dikatakan tengah menghadapi ancaman membahayakan eksistensi negara dan jati diri bangsa.
“Penyelarasan peraturan dan kebijakan dengan Pancasila sangat penting dan sudah sangat mendesak untuk segera dilakukan,” ujarnya.
Menurut Johan, Indikator Nilai Pancasila agar digunakan sebagai pedoman dalam pembentukan kebijakan dan peraturan perundang-undangan oleh lembaga negara, kementerian/lembaga, pemerintahan daerah, dan pemerintahan desa sebagaimana isi Peraturan BPIP Nomor 4 Tahun 2022 tentang Indikator Nilai Pancasila. Sesuai sila pertama Pancasila, peraturan perundang-undangan yang dibentuk harus memberikan perlindungan dan penghormatan kepada setiap orang untuk percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing secara berkeadaban.
“Peraturan perundang-undangan yang dibentuk juga harus memberikan pengakuan persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antar sesama manusia sesuai sila kedua Pancasila,” imbuhnya.
Berdasarkan sila ketiga Pancasila, lanjut Johan, peraturan perundang-undangan yang dibentuk harus mampu menumbuhkan rasa setiap orang memiliki dan mencintai Tanah Air dan bersedia melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Sesuai sila keempat Pancasila, peraturan perundang-undangan yang dibentuk harus dapat mendorong dan memberikan penghormatan terhadap aspirasi dan kepentingan rakyat dalam politik dan terus menyempurnakan sistem dan praktik demokrasi. Sedangkan sesuai sila kelima Pancasila, peraturan perundang-undangan yang dibentuk harus mampu mendorong pengembangan usaha bersama dengan semangat tolong-menolong. (Humas/rin)