Kupang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM NTT di bawah pimpinan Marciana Dominika Jone, menggelar Diskusi Strategi Kebijakan dengan tema "Evaluasi dan Analisis Dampak Kebijakan Pendaftaran Merek", di Aula Kanwil, Rabu(4/9/2024). Kegiatan ini menghadirkan 3 narasumber secara langsung dan 1 narasumber secara daring. Turut hadir Kepala Divisi Pemasyarakatan, Maliki bersama pejabat administrator, pejabat pengawas, pelaku UMKM, dan stakeholder terkait.
Dalam kesempatan ini, Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat, Reformasi Birokrasi dan Teknologi Informasi (HRBTI), Dian Lenggu sebagai moderator memandu jalannya kegiatan diskusi.
Kepala Bidang HAM, Mustafa Beleng sebagai narasumber pertama, memaparkan hasil analisis evaluasi dampak kebijakan Permenkumham Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum Dan HAM Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek.
Sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2019, Mustafa menyampaikan banyak pemohon yang memasukan surat keterangan UMK, namun tidak memuat keterangan yang lengkap untuk pengajuan permohonan pendaftaran merek.
Oleh karena itu, pada tahun 2023 Dirjen KI mengeluarkan Surat Edaran Nomor HKI.4-TI-04.01 Tahun 2023 tentang Permohonan Pendaftaran Merek Dengan Fasilitas UMK yang bertujuan untuk memberikan petunjuk bagi UMK yang ingin mendapatkan fasilitas pendaftaran merek dengan biaya yang lebih murah.
Dalam pelaksanaannya, Mustafa menjelaskan terdapat kendala bagi UMK yang bukan merupakan binaan dari dinas-dinas tersebut, sehingga beberapa pelaku UMK mengalami kesulitan untuk mendapatkan surat keterangan atau rekomendasi dari dinas.
"Beberapa kasus Kanwil kementerian Hukum dan HAM NTT melalui Sub Bidang KI melakukan fasilitasi antara pemohon dengan dinas-dinas tersebut sehingga Pemohon bisa mendapatkan surat Keterangan/Rekomendasi yang dibutuhkan untuk melakukan Pendaftaran,"ucapnya.
Dari kondisi ini, Mustafa menyampaikan perlunya beberapa saran bagi inisiator kebijakan dalam rangka meningkatkan ketercapaian tujuan/target/perubahan yakni melakukan revisi Permenkumham Nomor 67 Tahun 2016, meningkatkan SDM baik kuantitas maupun kualitas, terjalinnya kerjasama dan kolaborasi, melaksanakan kampanye dan sosialisasi, tersedianya infrastruktur dan teknologi serta akses internet.
Selanjutnya, narasumber kedua oleh Hadi Nurcahyo, Analis Hukum Ahli Pertama Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual menyampaikan prosedur pendaftaran merek dengan beberapa langkah yakni pengajuan permohonan, pemeriksaan formalitas, pengumuman, pemeriksaan substantif, dan penerbitan sertifikat.
Adapun tarif PNBP untuk permohonan pendaftaran merek yang diajukan oleh UMK secara online per kelas adalah Rp500.000. Sedangkan, tarif PNBP yang diajukan oleh umum sebesar Rp1.800.000.
Narasumber ketiga, Darius Mauritsius, Koordinator Pusat Layanan Pengembangan Layanan Legislative Drafting dan Anti Korupsi (PLKLDAK) Universitas Nusa Cendana Kupang menekankan hasil analisis dari analisis yang telah dilakukan Kanwil Kemenkumham NTT.
Menurutnya, perlu adanya penyaringan kembali UMKM yang telah mendapatkan binaan dari Pemda dengan yang mandiri. Hal ini berkaitan dengan dana yang telah diterima agar mencegah kecemburuan sosial antar UMKM. Kemudian, penerapan tarif PNBP untuk produk yang sama seharusnya tidak ada perbedaan.
"UMKM yang mendapat bantuan CSR dan mendapat pendampingan dari dinas harusnya lebih maju,"ucapnya.
Darius menambahkan peluang dari kondisi ini dengan adanya kegiatan analisis dan evaluasi Permenkumham Nomor 67 Tahun 2016. Adapun kebijakan ini dapat diturunkan dalam bentuk Peraturan Daerah yang mendukung UMKM dalam kaitannya mempermudah pendaftaran Merek.
Terakhir, Johny Rohi, Kabid Ekonomi Kreatif Dinas Parekraf Prov.NTT sebagai narasumber keempat, menyampaikan rancangan akhir RPJN 2025-2045 dengan tema pembangunan provinsi wilayah Bali-Nusa Tenggara "Superhub Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nusantara Bertaraf Internasional".
"Pembangunan 20 tahun ke depan mengalami perubahan, harus dilakukan transformasi, termasuk transformasi ekonomi, untuk mewujudkan ”Flobamorata mandiri, maju dan berkelanjutan menuju Indonesia emas 2045”. Transformasi ekonomi yang dilakukan harus didukung kolaborasi semua pihak,"ujarnya.
Johny mengingatkan pentingnya lima aspek yang saling bersinergi yakni Pemerintah, Komunitas, Bisnis, Media dan Akademik. Adapun pemerintah telah memfasilitasi usaha pariwisata dan ekonomi kreatif dengan memberikan pelatihan pemasaran digital serta meningkatkan kualitas dan kuantitas produk kreatif melalui bimbingan teknis dan mentoring.
Selain itu, melibatkan bantuan pemerintah dalam mendukung terselenggaranya peningkatan jumlah permohonan KI yang semakin baik.
Hasil diskusi ini menyebutkan DJKI menyarankan kepada pemohon pendaftaran Merek agar menelusuri nama produk pada database data KI melalui https://pdki-indonesia.dgip.go.id/. Hal ini untuk mencegah kesamaan nama produk yang telah terdaftar serta mencegah ditolaknya pendaftaran KI.
Saat ini terdapat 54 data yang ditolak dari jumlah permohonan NTT sebanyak 412 pengajuan produk melalui https://merek.dgip.go.id/.
Adapun produk yang akan didaftar ditolak, Hardi menyampaikan adanya persamaan Merek dengan Merek yang telah terdaftar. Selain itu, kurangnya berkas kelengkapan seperti surat rekomendasi UMK dari dinas terkait.
Hardi juga menyampaikan bahwa Merek dengan nama yang sama namun berada pada kelas Merek yang berbeda masih bisa didaftarkan. Apabila Merek yang diajukan berada pada kelas barang/jasa yang berbeda dan tidak saling berkaitan, kecuali terhadap Merek terkenal.
Pembahasan terkait penghapusan merek, Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis memberikan langkah hukum bagi pihak ketiga yang berkepentingan terhadap Merek terdaftar yang tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, yaitu dengan mengajukan gugatan penghapusan atas Merek terdaftar ke Pengadilan Niaga.
"Secara prinsip dalam merek sebenarnya prinsip teritory bahwa suatu merek dilindungi di negara dimana merek tersebut dikeluarkan,"ujarnya.
Apabila usaha yang menggunakan Merek tersebut akan diekspansi ke luar negeri, Hardi menekankan pentingnya mengajukan permohonan Merek Internasional (Madric Protocol) kepada Biro Internasional melalui Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Namun, pengajuan permohonan ini hanya berlaku untuk negara tujuan yang tergabung dalam keanggotaan.
Untuk mendukung peningkatan jumlah permohonan KI, Johny sebagai perwakilan dari Dinas Parekraf Provinsi NTT menekankan pentingnya edukasi dan sosialisasi pendaftaran Merek. Selain itu, mendukung upaya Kementerian Hukum dan HAM dalam menyukseskan peningkatan kesadaran pentingnya produk yang mendapatkan pelindungan kekayaan intelektual.
Kanwil NTT mengharapkan adanya hasil diskusi ini dapat menjadi bahan rekomendasi bagi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM untuk melihat kembali kondisi di lapangan serta menyesuaikan poin-poin yang terdapat pada Permenkumham Nomor 67 Tahun 2016.