Kefamenanu - Kanwil Kemenkumham NTT melaksanakan koordinasi dan pemantauan terkait implementasi HAM dalam bisnis di CV Indo Niaga Kefamenanu, Jumat (6/9/2024). Kegiatan ini dilaksanakan oleh Kepala Bidang HAM, Mustafa Beleng didampingi JFU Bidang HAM, Maria M. Aga dan Simon C. Manafe. Kedatangan Tim diterima oleh Direktur CV Indo Niaga, Ronald N. Widodo.
Kepala Bidang HAM, Mustafa Beleng mengatakan, Peraturan Presiden RI No. 60 tahun 2023 tentang Strategi Nasional Bisnis dan HAM tidak hanya menjadi pedoman bagi Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan serta pemantauan bisnis dan HAM. Tapi juga sebagai pedoman bagi pelaku usaha, pemangku kepentingan lainnya dan masyarakat untuk ikut serta dalam penghormatan HAM pada sektor bisnis.
“Direktorat Jenderal HAM Kemenkumham RI telah meluncurkan sebuah aplikasi penilaian risiko yang dinamakan PRISMA (Penilaian Risiko Bisnis dan HAM) yang telah diresmikan oleh Menteri Hukum dan HAM RI pada tanggal 23 Februari 2021,” ujarnya mewakili Kepala Kanwil Kemenkumham NTT, Marciana D. Jone.
Menurut Mustafa, penilaian dalam Aplikasi PRISMA bersifat mandiri sebagai alat untuk menilai risiko bisnis dan HAM. Adapun 12 indikator PRISMA yakni kebijakan HAM, dampak HAM bagi perusahaan, mekanisme pengaduan, rantai pasok, tenaga kerja, kondisi kerja, serikat pekerja, diskriminasi, privasi, lingkungan, agraria dan masyarakat adat dan tanggung jawab sosial perusahaan.
“Kami berharap CV Indo Niaga dapat berpartisipasi dalam pengisian aplikasi PRISMA,” harapnya.
Staf Bidang HAM, Maria M. Aga dan Simon C. Manafe selanjutnya melakukan pendampingan simulasi pengisian aplikasi PRISMA terhadap Manajer, Kristina Liem.
Direktur CV Indo Niaga, Ronald N. Widodo, menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Tim Kanwil Kemenkumham NTT karena telah melaksanakan pemantauan di CV Indo Niaga Kefamenanu yang memproduksi air mineral kemasan bentuk gelas. Terkait dengan HAM, CV Indo Niaga Kefamenanu mengutamakan hak pekerja serta membantu keluarga pekerja. Mengenai pembayaran gaji dilakukan berdasarkan kehadiran karena banyak yang masih berstatus pekerja lepas.
“Semua pekerjaan dilakukan sesuai Standar Operasional Prosedur dan selama ini tidak pernah ada pengaduan dari pekerja terkait HAM,” ujarnya.