Kupang - Kepala Kanwil Kemenkumham NTT, Marciana Dominika Jone menerima kunjungan Analis Hukum Ahli Madya Kementerian Sekretariat Negara, Rini Dwi Wahyu Utami di Ruang Kerja Kakanwil, Kamis (10/10/2024). Marciana didampingi Kepala Divisi Administrasi, Rakhmat Renaldy, Kepala Divisi Keimigrasian, I. Ismoyo, dan Kepala Bagian Umum, Erni Mamo Li.
Analis Hukum Ahli Madya Kemensetneg, Rini Dwi Wahyu Utami mengatakan, kedatangannya untuk melaksanakan pengumpulan data dan informasi mengenai penanganan pengungsi dari luar negeri di Kanwil Kemenkumham NTT, maupun perbatasan dalam rangka pengawasan Orang Asing di Indonesia.
“Data dan informasi tersebut akan digunakan sebagai bahan identifikasi dan analisis atas rencana perubahan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Pengungsi dari Luar Negeri, yang saat ini dalam tahap pengkajian dan pembahasan antar kementerian/lembaga,” ujarnya.
Kakanwil Marciana menyambut baik kegiatan pengumpulan data dan informasi mengenai pengungsi dari luar negeri yang akan dilaksanakan hingga 12 Oktober 2024 tersebut. Dikatakan, Kanwil Kemenkumham NTT melalui Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Kupang saat ini menangani 171 orang pengungsi yang terdiri dari Warga Negara Afghanistan dan Pakistan.
“Para pengungsi tersebut berada di 3 tempat penampungan, yakni Hotel Lavender Kupang, Hotel Ina Bo’I dan Hotel Kupang Inn,” ucapnya.
Menurut Marciana, penanganan pengungsi selama ini mengedepankan pendekatan Hak Asasi Manusia (HAM). Rudenim Kupang bekerjasama dengan IOM dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak pengungsi. Namun, sebagian hak memang tidak bisa didapatkan secara penuh karena status pengungsi yang bukan merupakan Warga Negara Indonesia (WNI). Sebagai contoh hak atas pendidikan, pengungsi yang bukan WNI tidak bisa mengakses pendidikan formal untuk mendapatkan ijazah.
Walaupun penanganan pengungsi penting dilakukan sebagai bentuk rasa kemanusiaan dan perlindungan HAM, namun keberadaan pengungsi yang sudah cukup lama di Kota Kupang juga berisiko menimbulkan konflik sosial dan benturan ideologi. Penanganan pengungsi juga belum terkoordinasi dan terintegrasi dengan baik, khususnya terkait penentuan status pengungsi, jangka waktu pengungsi, dan kontribusi anggaran Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, Marciana mendukung upaya pembenahan dalam penanganan pengungsi luar negeri di Indonesia, khususnya dari aspek regulasi. Ditambah lagi status Indonesia sebagai negara transit, bukan negara tujuan pengungsi luar negeri. (Humas/rin)