Kupang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM NTT dibawah pimpinan Marciana Dominika Jone, menggelar kegiatan Diseminasi dan Penguatan HAM Terkait Pencegahan Perundungan Bagi Anak Didik di Lingkungan Sekolah, Rabu(22/05/2024). Kegiatan ini menghadirkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Kupang serta 14 Sekolah Menengah Pertama (SMP) se-Kota Kupang, di Ruang Multifungsi.
Hadir Kepala Bidang HAM, Mustafa Beleng didampingi Kepala Subbidang Pemajuan HAM, Jeanett Sunbanu dan Kasubid Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM, Novebriani S.Sarah dan JFU pada Subbid Pemajuan HAM.
Dalam pengantar kegiatan, Mustafa mengatakan saat ini di kalangan generasi milenial sering muncul pelanggaran HAM, salah satunya perundungan. Dilain sisi, masih terdapat orang maupun kelompok yang belum paham makna dan dampak perundungan yang terjadi baik di sekolah, tempat Kerja, dan media sosial.
Situasi ini menjadi salah satu alasan Kementerian Hukum dan HAM memberikan perhatian serius dalam rangka implementasi P5HAM (Penghormatan, Pelindungan, Pemenuhan, Penegakan dan Pemajuan Hak Asasi Manusia) sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dengan menyelenggarakan kegiatan diseminasi dan penguatan HAM.
Mustafa menjelaskan, perundungan merupakan tindakan agresif dan berulang yang dilakukan untuk menyakiti korbannya. Adapun perundungan ini terdapat empat jenis perundungan yakni fisik, verbal, cyber bullying, non fisik dan non verbal.
Adanya perundungan ini dapat memberikan dampak kurang baik bagi siswa baik dari sisi psikologis, sosial dan akademis. Perundungan dapat menyebabkan korban mengalami stres, depresi, trauma, rendah diri, rasa bersalah, marah, takut, malu, merasa terisolasi, kesulitan berinteraksi, konflik, kekerasan, atau diskriminasi. Selain itu, dapat menurunkan prestasi, motivasi, kreativitas, atau produktivitas.
"Perundungan juga dapat berujung pada hal-hal yang lebih tragis, seperti bunuh diri.
Lebih lanjut, Mustafa menjelaskan upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah perundungan baik bagi korban, pelaku, orang tua dan pihak sekolah. Salah satunya yang menarik yakni mendengarkan keluhan atau cerita dari keduanya tanpa menghakimi atau menyalahkan, dilanjutkan pemberian nasihat atau solusi yang sesuai dengan situasi dan kondisi.
"Apabila terdapat pelanggaran HAM, Kementerian Hukum dan HAM dapat menerima keluhan namun pelanggaran kategori ringan dengan merujuk UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM,"tandasnya.
Adapun penyampaian pengaduan dapat dilakukan secara online dan langsung ke kantor wilayah. Kementerian Hukum dan HAM menjamin bahwa tetap terjaganya kerahasiaan dan keprivasian informasi yang bersangkutan. "Seluruh masyarakat NTT ketika merasa HAMnya dilanggar, dapat mengadu pada aplikasi SIMASHAM yang telah terintegrasi dengan Direktorat Jenderal HAM Kemenkumham.
Kegiatan dilanjutkan sesi diskusi Kanwil bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Kupang serta 14 Sekolah Menengah Pertama (SMP) se-Kota Kupang, terdiri dari SMPN 1, SMPN 2, SMPN 3, SMPN 4, SMPN 5, SMPN 8, SMP Citra Bangsa, SMP Santo Yoseph Naikoten, SMP Muhammadiyah, SMPN 9 Kupang, SMPN 10 Kupang, SMP Mercusuar, Mts Nurul Iman Kupang, SMP Adhyaksa Kupang.
Adapun hasil diskusi diseminasi ini terdapat beberapa poin yakni perlu adanya keterlibatan peran orang tua dan stakeholder. Selain itu, pentingnya perubahan pola pikir (mindset) baik pengajar dan orang tua dalam memahami makna perundungan agar minimnya kesalahpahaman.
Upaya lain juga yang dapat dilakukan dengan membuat kesepakatan antara sekolah dengan orang tua terkait sanksi disiplin kepada siswa apabila melanggar aturan sekolah.
Kedepannya, Kanwil Kemenkumham NTT memberikan dukungan dengan adanya video edukasi pencegahan perundungan bagi siswa. Video ini nantinya terbagi menjadi tiga sudut pandang dalam mencegah adanya tindakan perundungan, khususnya di lingkungan sekolah.