Dinilai Tulus dan Melayani dengan Hati, Dokter di Lapas Kupang Terima Penghargaan dari Kakanwil Kemenkumham NTT Saat Puncak Peringatan HBP ke-60

DSC 7525

Sosoknya sederhana, namun kiprahnya luar biasa dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi warga binaan Pemasyarakatan. Selama 6 tahun mengabdi di Lapas Kelas IIA Kupang, dr. Fika Silvia tak hanya menunjukkan integritas dan profesionalitasnya sebagai dokter di balik jeruji. Tapi juga memperlihatkan kinerja dengan ketulusan hati hingga diapresiasi para napi.

Tak salah bila kemudian Kepala Kanwil Kemenkumham NTT, Marciana Dominika Jone memberikan penghargaan kepada Fika dalam Upacara Peringatan Hari Bakti Pemasyarakatan ke-60 Tahun 2024 di Halaman Kanwil, Sabtu (27/4/2024).

“Dari hasil wawancara dengan hampir semua penghuni Lapas Kupang, mereka memberi apresiasi dan terima kasih bahkan meminta agar dr. Fika jangan dipindahkan. Klinik yang dikelola di dalam Lapas juga bersih dan rapi,” ujar Marciana.

Tidak hanya warga binaan, Marciana juga menilai Fika begitu tulus di dalam melayani masyarakat. Terutama saat dilibatkan dalam berbagai kegiatan sosial “Kumham Peduli, Kumham Berbagi”, Fika tidak pernah menolak dan selalu siap memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat hingga ke pelosok-pelosok desa tanpa mengeluh.

“Dia memberikan pelayanan yang luar biasa. Tidak semua orang bisa seperti dia melayani dengan tulus dari hati,” jelasnya bangga.

Sementara itu, Fika sendiri mengaku memang bercita-cita menjadi seorang dokter. Usai menamatkan pendidikan di Universitas Riau, perjalanan karir membawanya sebagai dokter di lingkungan Lapas yang notabene penuh dengan keterbatasan. Namun, hal ini justru mendorong dirinya untuk berusaha maksimal di dalam memberikan pelayanan kesehatan agar warga binaan mendapatkan pelayanan yang sama seperti masyarakat di luar Lapas.

“Walaupun istilahnya berada di dunia ‘kotak’, semua terbatas, tetap namanya HAM, kesehatan itu nomor satu. Kita benar-benar mengawasi hidup mereka (warga binaan, red) dari awal masuk sampai bebas,” ujarnya.

DSC 7639

Dari sudut pandangnya, petugas Pemasyarakatan bisa dikatakan menjadi keluarga terdekat para napi atau warga binaan selama menjalani pembinaan di dalam Lapas. Petugas-lah yang paling mengetahui keadaan mereka di balik jeruji. Ia sendiri bahkan sering menjadi tempat keluh kesah para napi. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk tidak memberikan pelayanan kesehatan terbaik kepada mereka.

“Seperti apa orang di luar Lapas mendapatkan hak pelayanan kesehatan, seperti itulah mereka diperlakukan di dalam. Warga binaan pun lebih menghargai dan mau mendengarkan kita,” tuturnya.

Menurut Fika, para napi menjadi lebih mudah untuk diedukasi serta lebih patuh terhadap pelayanan dan pengobatan yang dianjurkan. Kesehatan para napi akhirnya lebih mudah dimonitor. Kendati demikian, bukan berarti tidak ada kendala yang dihadapi. Ia juga sering dihadapkan dengan napi yang tidak memiliki BPJS Kesehatan hingga napi yang tidak memiliki keluarga. Pernah juga ia harus mencari keluarga napi yang sakit, meskipun itu di luar ranah ilmu kedokteran.

“Sampai kita yang ditelepon sebagai pihak keluarga. Saat napi tersebut menjalani rawat inap, kita yang menyiapkan makan minumnya,” kenang perempuan kelahiran Dumai, Riau, 29 September 1990 ini.

Menurut Fika, tak sedikit napi masuk Lapas tanpa memiliki kartu identitas yang menyebabkan mereka tidak ditanggung Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS Kesehatan. Ditambah lagi mobilisasi napi yang masuk dan keluar Lapas cukup tinggi. Ia bersama para petugas Lapas harus bekerja keras turun tangan untuk mengurus kartu identitas tersebut sampai napi mendapatkan tanggungan dari BPJS Kesehatan. Namun demikian, kendala terbesar dalam pelayanan kesehatan di dalam Lapas ini rupanya tidak lantas menyurutkan semangat Fika.

“Saya tidak hanya berharap dari pusat, tapi juga berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kota Kupang untuk mempercepat proses pengurusan BPJS Kesehatan para napi,” ucapnya. (Humas/rin)


Cetak   E-mail