Kupang - Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum RI melaksanakan kegiatan Pemahaman Mengenai Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan secara virtual, Senin (9/12/2024). Kegiatan ini diikuti Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Madya merangkap Kepala Bidang Hukum, Yunus P.S. Bureni bersama Tim Perancang Kanwil Kemenkumham NTT melalui zoom meeting di Ruang Multi Fungsi.
Kegiatan menghadirkan narasumber dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) dengan materi terkait Uji Publik atas Rancangan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentang Jabatan Fungsional di Bidang Hukum.
Direktur Fasilitasi Perancangan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, dan Pembinaan Perancang Peraturan Perundang-undangan, Widyastuti berharap para peserta kegiatan, utamanya Perancang Peraturan Perundang-undangan dapat secara komprehensif memahami materi muatan Rancangan PermenPAN RB tersebut.
“Rancangan Permen PANRB tentang JF di Bidang Hukum disusun dengan metode omnibus, menggabungkan beberapa JF di Bidang Hukum,” ujarnya.
JF tersebut, lanjut Widyastuti, terdiri atas JF Perancang Peraturan Perundang-undangan, JF Kurator Keperdataan, JF Analis Kekayaan Intelektual, JF Pemeriksa Desain Industri, JF Pemeriksa Merek, JF Pemeriksa Paten, JF Penyuluh Hukum, dan JF Analis Hukum. Sebelumnya, masing-masing JF telah diatur dalam peraturan tersendiri. Termasuk JF Perancang Peraturan Perundang-undangan yang diatur dalam PermenPAN RB Nomor 65 Tahun 2021. Namun dengan terbitnya Permen PANRB Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional, sebanyak 293 produk Permen PANRB termasuk peraturan mengenai JF di Bidang Hukum, dicabut dan tidak berlaku.
Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Madya merangkap Kepala Bidang Hukum, Yunus P.S. Bureni turut memberi masukan dalam uji publik Rancangan Permen PANRB tentang JF di Bidang Hukum. Antara lain pada Pasal 1 angka 5 mengenai definisi atau batasan pengertian Bidang Hukum, perlu diperjelas apakah terkait pembidangan hukum atau JF yang instansi pembinanya berada pada Kementerian Hukum.
“Kalau tidak dibatasi pengertiannya, maka akan ada multi interpretasi. Contoh, dalam pembidangan Hukum Acara, juga terdapat JF Panitera dan PK Bapas. Apakah JF tersebut termasuk JF di Bidang Hukum atau tidak,” ujarnya.
Apabila terminologi Bidang Hukum ada pada tugas kementerian yang menjadi instansi pembina JF, lanjut Yunus, maka tentunya judul disesuaikan menjadi “Jabatan Fungsional Pada Kementerian Yang Menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di Bidang Hukum”. Lebih lanjut, Yunus memberi masukan pada Pasal 4 ayat (3) mengenai tanggung jawab dibuat secara berjenjang. Hal ini agar seimbang dengan syarat kepangkatan dalam jenjang jabatan JF.
Kemudian pada Pasal 35, dikatakan perlu diatur ketentuan peralihan untuk organisasi profesi yang sudah ada dinyatakan tetap sebagai organisasi profesi JF. Hal ini agar tidak ada penafsiran untuk membentuk organisasi profesi baru apabila sudah terbentuk organisasi profesinya.
“Jika dilakukan pembentukan organisasi profesi baru atau pengesahan organisasi profesi yang sudah pernah disahkan oleh instansi pembina, tentu akan kontradiktif dengan penyelenggaraan organisasi profesi yang diatur dalam AD/ART. Contoh, pengesahan organisasi profesi di tahun 2025, sedangkan secara AD/ART masa jabatan pengurus sampai 2026,” paparnya. (Humas/rin)