Ende - Dalam lima tahun terakhir, jumlah permohonan pendaftaran Kekayaan Intelektual (KI) di Provinsi NTT tercatat mengalami peningkatan. Dari yang semula 484 permohonan di tahun 2020 silam, meningkat signifikan menjadi 1399 permohonan pada tahun 2024 ini. Jenis kekayaan intelektual di Provinsi NTT meliputi 1.147 merek, 165 paten, 11 desain industri, 3.388 hak cipta, dan 13 indikasi geografis.
Hal ini disampaikan Kepala Kanwil Kemenkumham NTT, Marciana Dominika Jone dalam Kegiatan Kerjasama Pengawasan di Bidang Kekayaan Intelektual dengan Instansi Terkait di Kabupaten Ende, Jumat (25/10/2024). Kegiatan yang berlangsung di Ruang Garuda Kantor Bupati Ende ini terselenggara atas kerjasama Kanwil Kemenkumham NTT dengan Pemda Kabupaten Ende dan Polda NTT.
“Kanwil Kemenkumham NTT membangun kerja sama dan kolaborasi dengan semua stakeholder di Provinsi NTT, baik itu Pemerintah Daerah, APH, Perguruan Tinggi maupun pihak Perbankan, dalam upaya meningkatkan pemahaman dan angka permohonan kekayaan intelektual,” ujarnya.
Menurut Marciana, kerjasama dengan berbagai pihak diimplementasikan melalui pelaksanaan sosialisasi dan pendampingan pendaftaran KI. Selain itu, pihaknya juga memfasilitasi pembuatan logo merek dan biaya permohonan KI bagi pelaku UMKM, serta melakukan kerjasama pengawasan/pemantauan di bidang KI dengan instansi terkait.
“Saat ini memang belum ada pengaduan pelanggaran KI di Provinsi NTT. Tapi secara nasional, pada tahun 2023 ada sebanyak 31 pengaduan merek, 18 pengaduan hak cipta dan 1 pengaduan terkait rahasia dagang yang dilaporkan ke DJKI. Oleh karena itu, kerjasama pengawasan bidang KI tetap harus dilakukan sebagai salah satu langkah preventif pemerintah dalam mencegah terjadinya pelanggaran di bidang KI,” jelasnya.
Marciana menambahkan, masyarakat dan pelaku usaha khususnya harus diberikan pemahaman yang seluas-luasnya tentang konsep, jenis, dan aspek hukum KI agar kesadaran masyarakat tentang KI terus meningkat dari waktu ke waktu. Kepatuhan hukum juga perlu terus didorong agar dapat mengurangi pelanggaran dan penggunaan ilegal terhadap KI. Salah satunya dengan mendorong Pemda menginisiasi lahirnya Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pelindungan KI sebagai dasar hukum bagi pemangku kepentingan di daerah untuk melindungi potensi KI yang dimiliki, sekaligus menjadi pedoman bagi perangkat daerah untuk melaksanakan perlindungan KI dan KIK (KI Komunal, red) secara kontinu/berkelanjutan.
“Berbagai upaya ini diharapkan dapat meminimalisir pelanggaran KI yang selama ini terjadi di tengah masyarakat, sehingga masyarakat juga bisa memperoleh manfaat ekonomi secara optimal dari KI,” terangnya. (Humas/rin)