Menggali Rekomendasi Guna Meminimalisir Destructive Fishing, Kanwil Kemenkumham NTT Gelar Rapat Sipkumham

WhatsApp_Image_2022-05-20_at_12.37.59_PM_1.jpeg

Humas - Penangkapan ikan oleh nelayan harus dilaksanakan secara bertanggung jawab. Masalah ilegal fishing dan destructive fishing marak terjadi di wilayah perairan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pemerintah kabupaten merasa tidak berdaya dengan keterbatasan kewenangan pengelolaan wilayah laut terutama dalam mengatasi masalah kegiatan penangkapan ikan menggunakan bahan peledak seperti yang terjadi di wilayah Kabupaten Lembata.

Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Nusa Tenggara Timur dibawah pimpinan Marciana Dominika Jone sebagai perpanjangan tangan pemerintah perlu menjembatani dan memberikan rekomendasi permasalahan tersebut dengan menggelar Rapat pembahasan Analisis Kebijakan dengan pemanfaatan SIPKUMHAM dengan topik "Dampak penarikan kewenangan Pemerintah Daerah Kab/Kota dalam pengelolaan wilayah laut".

WhatsApp_Image_2022-05-20_at_12.38.00_PM.jpeg

Kegiatan tersebut diinisiatif Divisi Pelayanan Hukum dan HAM (Yankumham) dihadiri I Gusti Putu Milawati selaku Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM (Yankumham) didampingi Novebriani S.Sarah, Kepala Sub Bidang Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM dan Kepala Sub Bidang Pemajuan HAM Jeannet Sunbanu serta Staf Bidang HAM dan Tim Analis Hukum secara langsung di Ruang Multifungsi. Sementara peserta rapat dari eksternal yang hadir yakni perwakilan Biro Hukum Setda Provinsi NTT, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT dan Direktur Polair Polda NTT, Jumat(20/05).

I Gusti Milawati menyampaikan rapat pembahasan SIPKUMHAM merupakan rapat tindak lanjut dari pertemuan pada Selasa tanggal 17 Mei 2022 yang membahas masalah pengeboman ikan yang marak terjadi di wilayah Kabupaten Lembata. Kanwil Kemenkumham NTT melakukan kolaborasi bersama Bidang Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT untuk mendapatkan rekomendasi terbaik untuk memimalisir Destructive Fishing.

Selanjutnya, Hempy Poyk selaku Ketua Tim Penulis menyampaikan ada 2 permasalahan yang dibahas dalam rapat tersebut yakni kewenangan Pemda Kabupaten dalam pengelolaan perikanan di daerah dan upaya penanggulangan Destructive Fishing oleh Pemerintah Daerah Kabupaten. Metode penelitian menggunakan yuridis normatif dengan menggunakan studi kepustakaan, menggali informasi data primer dari dinas terkait dan meneliti data sekunder yang tersedia. Data diperoleh dari analisis kebijakan dan reporting dengan memanfaatkan Sipkumham dengan melakukan kajian mengenai pemda dalam penanggulangan destructive fishing.

WhatsApp_Image_2022-05-20_at_12.37.59_PM.jpeg

Pemberian rekomendasi terbaik membutuhkan penambahan informasi dari pihak yang terjun langsung di lapangan, salah satunya dari Dinas Kelautan dan Perikanan. Merry M. Foenay selaku Kepala Bidang Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi NTT menyampaikan ketentuan mengenai alat penangkapan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan, diatur dalam Pasal 9 UU No 45 Tahun 2009. "Setiap orang dilarang memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkapan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia".

Merry menegaskan destructive fishing terjadi dikarenakan pemahamam para nelayan yang memikirkan keuntungan secara pribadi dan secara cepat dengan memanfaat bahan peledak, sehingga merusak ekosistem laut seperti terumbu karang sebagai rumah sekumpulan ikan. Salah satu upaya yang bisa dilakukan secara aktif dan berkelanjutan untuk menanggulangi destructive fishing yakni terbentuknya Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS).

WhatsApp_Image_2022-05-20_at_12.38.10_PM.jpeg

Dari pembahasan secara aktif seluruh peserta dalam bentuk diskusi, Kanwil Kemenkumham NTT mendapatkan dan memberikan rekomendasi dari hasil analisis kebijakan terhadap kewenangan Pemda Kabupaten dalam penanggulangan Destructive Fishing Kanwil diantaranya 1)menambah personil pada KCD, PPNS Perikanan, Polisi Khusus Perikanan, dan Saranan Prasarana terutama kapal patroli, 2)meningkatkan koordinasi KCD dengan Dinas Perikanan Kabupaten, 3)meningkatkan pengawasan terhadap penjualan dan peredaran bahan baku yang dapat dijadikan bahan destructive fishing, 4)memperkuat koordinasi stakeholder terkait dalam urusan pengawasan sumber daya laut.

WhatsApp_Image_2022-05-20_at_9.13.36_PM.jpeg

Kadiv Yankumham menegaskan rekomendasi ini bukan merupakan solusi akhir, sehingga masih dibutuhkan pembahasan lebih lanjut untuk mendapatkan rekomendasi yang implementatif dan menurunkan persentase destructive fishing. "Rekomendasi akan diperbaiki dan diperjelas, sehingga tidak hanya di permukaan saja. Sanksi pun perlu dipertegas", pungkasnya.


Cetak   E-mail