Menanti Keseriusan Pemerintah Daerah Dalam Perlindungan Kekayaan Intelektual Komunal

F7FBABD1 7280 4801 B99B 61BBE1A16462

 

Kupang – Kakanwil Kemenkumham NTT, Marciana D. Jone mendorong pemerintah daerah untuk menginventarisasi dan melindungi Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) Nusa Tenggara Timur. Hal itu disampaikan Marci pada saat menjadi narasumber bersama Kepala Bidang Pelayanan Hukum, Erni M. Li dalam Dialog Publik di TVRI Stasiun NTT dengan tema “Menanti Keseriusan Pemerintah Daerah Dalam Perlindungan Kekayaan Intelektual Komunal”, Rabu (24/06/2020).

Kekayaan intelektual (KI) sendiri adalah hasil olah pikir dari kemampuan intelektual seseorang untuk menghasilkan suatu karya atau benda, kekayaan intelektual dibagi menjai dua yaitu kekayaan intelektual personal dan kekayaan intelektual komunal.

Menurut Marci, untuk kekayaan intelektual personal, masyarakat harus berperan aktif untuk mendaftarkannya, namun untuk kekayaan intelektual komunal, dibutuhkan peran pemerintah menjadi fasilitator agar perlindungan hukum terhadap KIK dapat berjalan.
“Negara memegang hak cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, oleh karena itu Potensi Kekayaan Intelektual Komunal seperti, Sumber Daya Genetik (SGD), Pengetahuan Tradisional (PT), dan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) serta Indikasi Geografis (IG) wajib dilindungi dari pengakuan, pencurian, maupun pembajakan pihak atau negara lain. Sejauh ini, kami melihat bahwa belum ada perlindungan secara baik oleh pemerintah daerah,” tegas Marci.

Marci menjelaskan bahwa perlu perhatian khusus dan tanggung jawab dari pemerintah daerah untuk menginventarisir dan mendaftarkan Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) yang ada di daerah masing-masing karena KIK merupakan salah satu bentuk kedaulatan negara yang harus dilindungi dan dapat dimanfaatkan sebagai bentuk promosi budaya dan meningkatkan potensi ekonomi bagi masyarakat.
Ditambahkannya, KIK bukan hanya bisa mendorong pengembangan daerah dan perekonomian masyarakat, tapi juga sebagai perekat identitas bangsa Indonesia. Selain itu, pendaftaran KIK juga menjadi cara untuk melindungi warisan budaya dan hayati.
“Ketika kita tidak melindungi kekayaan intelektual komunal, maka suatu waktu kita tidak bisa mengatakan bahwa itu milik kita, Meskipun secara umum semua orang mengetahui bahwa KIK tersebut adalah milik kita, tetapi dalam konteks Negara Hukum, tidak bisa dikatakan sebagai milik kita karena belum didaftarkan,” ujar Marci.

Marci mencontohkan tentang kain tenun dari daerah Sikka dan Alor. Dari sekian banyak tenun ikat yang ada di NTT, yang sudah didaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM untuk mendapat perlindungan adalah kain tenun dari dua Kabupaten tersebut. Oleh karena itu menurut Marci pihaknya tidak dapat mengambil langkah hukum apabila ada pihak yang meniru tenun dari daerah NTT selain dua Kabupaten tersebut. ”Butuh kesadaran pemerintah dan masyarakat karena ini merupakan hal penting yang harus dilindungi. Perlindungan baru terjadi jika sudah dilakukan pendaftaran dan kemudian apabila karyanya ditiru oleh pihak lain maka bisa dilakukan proses hukum,” jelas Marciana.
Oleh karena itu Marciana meminta agar pemerintah menginisiasi pendaftaran KIK secara langsung maupun melalui Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) yang dibentuk oleh pemerintah daerah.
Lebih lanjut Marciana mengatakan bahwa memberikan edukasi untuk membangun kesadaran hukum dan kepedulian terhadap perlindungan kekayaan intelektual tidak hanya ditujukan kepada masyarakat, tetapi juga terhadap pemerintah daerah. Menurutnya, pemerintah daerah harus mulai membuat suatu regulasi, baik peraturan daerah maupun peraturan bupati serta perencanaan yang matang dalam program pembangunan dan menyediakan anggaran yang cukup dalam APBD untuk mendukung perlindungan kekayaan intelektual.

Pada kesempatan tersebut, Erni M. Li yang juga hadir sebagai narasumber menambahkan agar pemerintah daerah dapat melakukan pemetaan, inventarisasi dan identifikasi potensi kakayaan intelektual yang ada di daerah masing-masing, menjalin kerjasama dengan para pihak diantaranya perguruan tinggi, Kemenkumham dan instansi terkait serta mengajak masyarakat dan pemerintah daerah agar menghargai kekayaan intelektual dengan memberikan perlindungan kepada kekayaan intelektual baik personal maupun komunal.
“Terus lindungi karya yang merupakan hasil dari ciptaan kita karena dengan melindungi, kita mempunyai hak, tidak hanya hak secara ekonomi tetapi juga hak moral karena sampai dengan kita tidak ada di dunia ini pun hak moral akan tetap ada dan melekat pada karya kita,” kata Erni.

 

 

7FF26A08 96DE 4E10 BBB1 CC9EAD27B456

Cetak