Plt. Direktur Jenderal HAM Dhahana Putra Sebarkan Informasi 3 Instrumen Hukum Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat di Masa Lalu

WhatsApp_Image_2023-03-21_at_11.53.34.jpeg

Maumere - Kepala Kanwil Kemenkumham NTT, Marciana Dominika Jone membuka mengikuti kegiatan Partisipasi Podcast Bicara HAM yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia yang bertema “HAM Berat Masa Lalu: Pemulihan Bukan Penjegalan”, Selasa(21/03/23).

Dalam kesempatan tersebut, Plt. Direktur Jenderal HAM Dhahana Putra sebagai narasumber menyampaikan kegiatan ini dilaksanakan sebagai upaya pemerintah dalam pemulihan korban-korban pelanggaran berat.

Sampai saat ini, terdapat empat kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu yang telah melalui proses hukum, yaitu Peristiwa Tanjung Priok (1984), Peristiwa Timor-Timur (1999), Peristiwa Abepura (2000), dan Peristiwa Paniai (2014).

Selain itu, terdapat juga 12 kasus pelanggaran HAM berat lainnya, yakni Pembunuhan Massal 1965, Peristiwa Talangsari Lampung 1989, Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, Peristiwa Rumoh Geudong Aceh 1998, dan Kerusuhan Mei 1998.

Lalu Tragedi Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA Aceh 3 Mei 1999, Peristiwa Wasior dan Wamena 2001, Peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003, serta Peristiwa Penembakan Misters (Petrus) 1982-1985.

WhatsApp_Image_2023-03-21_at_17.04.37.jpeg

Adapun upaya Pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di masa lalu dilaksanakan melalui proses Non-Yudisial dengan menerbitkan tiga instrumen hukum .

Dhahana memberikan informasi, bahwa ketiga aturan tersebut yakni Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 17 tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu; Kepres Nomor 4 tahun 2023 tentang Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat; dan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 17 tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu.

"Ketiga instrumen ini cukup baik yang meletakan bahwa, ada tanggung jawab negara. Negara hadir untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu melalui non yudisial,"ucapnya.

Sesuai Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 17 tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu, Dhahana menyampaikan ada tiga tugas yang diberikan oleh Presiden yakni pengungkapan, penyelesaian dan suatu pernyataan merekomendasikan untuk mencegah pelanggaran hak asasi manusia yang berat tidak terulang lagi dimasa yang akan datang.

WhatsApp_Image_2023-03-21_at_11.57.27.jpeg

Dhahana mengharapkan keterlibatan Kementerian Hukum dan HAM melalui Direktorat Jenderal HAM menjadi Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat dapat berjalan dengan maksimal.

"Dirjen HAM berusaha mengoptimalkan semua tugas dan fungsi serta Kepres yang telah diberikan kepada selaku anggota. Kita berupaya tetap berkoordinasi, menyiapkan database, dan mendapatkan informasi bagi stakeholder,"ujarnya.


Cetak   E-mail